Nama :
Fanny Dwi Risanti
NPM :
23213210
Kelas : 4EB24
Pengungkapan
Pengungkapan informasi yang
diberikan oleh perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai
keadaan perusahaan. Didalam pengungkapan semua informasi harus diungkapkan
termasuk informasi kuantitatif (seperti komponen persediaan dalam nilai mata
uang), dan komponen kualitatif (seperti tuntutan hukum) ,bahkan menurut SEC
setiap kejadian yang terjadi dengan tiba-tiba yang dapat mempengaruhi posisi
keuangan harus diungkkapkan secara khusus (GAAP,1998:42) untuk membantu para
pengguna laporan tahunan. Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan
keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi
dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) membatasi
pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan.
Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi
diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam pengertian pengungkapan.
Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen keuangan
segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari
pengungkapan. Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu:
1.
Pengungkapan
Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan
pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan
tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang
Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan
Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No.
Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No.
Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan
Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian
dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap
jenis industri.
Menurut PSAK nomor 1 Ayat 74,
informasi mengenai manajemen dan shareholders yang meliputi susunan nama
anggota direksi dan komisaris merupakan mandatory disclosure (pengungakapan
wajib). Begitu pula halnya dengan latar belakang perusahaan yang meliputi
tujuan perusahaan dan bidang usaha utama perusahaan (ruang lingkup) merupakan
mandatory disclosure (pengungkapan wajib). Apabila sebuah perusahaan memberikan
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) secara sekaligus, berarti perusahaan tersebut memberikan
pengungkapan secara penuh (full disclosure). Pengungkapan penuh (full
disclosure) harus mengungkapkan :
a. Prinsip
pengungkapan penuh, yaitu peningkatan persyaratan pelaporan dan pengungkapan
diferensial.
b. Catatan atas
laporan keuangan, mengenai kebijakan akuntansi dan catatan- catatan umum.
c. Masalah
pengungkapan, yang terdiri dari pengungkapan transaksi atau peristiwa khusus,
peristiwa selain tanggal neraca, perusahaan yang terdiversifikasi, dan laporan
intern.
d. Laporan
auditor dan manajemen.
e. Masalah
pelaporan masa berjalan, yaitu pelaporan tentang penjualan dan proyeksi,
pelaporan keuangan melalui internet untuk pilihan akuntansi dan pelaporan.
Full disclosure principle mengharuskan
pengungkapan semua keadaan dan kejadian yang membuat suatu perbedaan pada
pengguna laporan ”(Weygandt, Kieso &Kimmel, 199,p.526). Pada kenyataannnya
banyak perusahaan berusaha membatasi tingkat pengungkapan dari laporan
tahunan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan manajeman akan adanya free riding ,
dimana adanya pihak tertentu yang memanfaatkan informasi yang potensial
untuk tujuan kurang baik bagi perusahaan yang bersangkutan lagi pula bila
dilihat dari sisi biaya , penyediaan informasi tambahan memerlukan biaya yang
tidak sedikit , dan biasanya keuntungan dari adanya informasi itu sendiri lebih
rendah dari biaya yang dibutuhkan, sebaliknya pembatasan tingkat pengungkapan
dapat menyebabakan asimetri informasi, dimana salah satu pihak dalam hal ini
manajemen perusahaan memiliki informasi lebih banyak dari pihak lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan batasan-batasan tingkat
pengungkapan suatu perusahaan tidaklah mudah.
2.
Pengungkapan
Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu
cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela
secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis
manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang
dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang
berlaku. pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang tidak diwajibkan oleh Bapepam,
dengan kata lain pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.Sedangkan dari
sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan
(telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi
kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan
mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan
yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan
penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Luas pengungkapan
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi,
sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga
konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
a. Adequate
disclosure (pengungkapan cukup)
b. Fair
disclosure (pengungkapan wajar)
c. Full
disclosure (pengungkapan penuh)
Menurut Alan Levinsohn (2001), pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) dibagi mejadi 5 kategori, yaitu :
1) Data bisnis, Meliputi
operasi operasi dan pengukuran kinerja level atas
2) Analisis
manajemen mengenai data bisnis, Meliputi alasan-alasan perubahan pada
operasi perubahan serta mencantumkan data yang terkait serta dampak trend
bisnis pada perusahaan
3) Forward
looking information, Meliputi peluang, resiko dan termasuk rencana-rencana manajemen
4) Informasi
mengenai manajemen dan shareholders, Meliputi informasi mengenai direktur,
manajemen, dan pemegang saham
5) Latar
belakang perusahaan,Meliputi tujuan perusahaan dan ruang lingkup perusahaan.
Purnomosidhi
(2006) dalam penelitiannya mengungkapkan suatu framework untuk kepentingan
pengungkapan sukarela berdasarkan informasi yang dibutuhkan investor yang
didasari oleh Laporan Jenkin (AICPA 1994), yaitu :
a. Data
keuangan dan non keuangan
b. Analisis
data keuangan dan non keuangan
c. Informasi
yang berorientasi pada masa depan
d. Informasi
tentang manajer dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan
e. Latar
belakang perusahaan
f.
Dimensi modal intelektual
Special
commite on financial reporting (AICPA), mengindikasikan bahwa para
pemakai mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda, dan tidak semua perusahaan
harus melaporkan seluruh unsur informasi. Untuk itu untuk memenuhi kebutuhan
pemakai yang berubah-ubah, pelaporan harus :
1) Meyediakan
informasi yang lebih mengacu kemasa depan tentang perencanaan, peluang/kesempatan,
resiko dan ketidak pastiaan.
2) Memusatkan
perhatian pada faktor-faktor yang menciptakan nilai yang bersifat jangka
panjang, termasuk ukuran nonkeuangan yang menunjukkan bagaimana proses bisnis
kunci berjalan.
3) Menyesuaikan
dengan lebih baik antara informasi yang dilaporkan untuk pihak eksternal dengan
informasi yang dilaporkan secara internal.
Pengukuran Tingkat Pengungkapan
Pengukuran tingkat pengungkapan
menggunakan indeks pengungkapan. Penelitian terdahulu yang menggunakan indeks
pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan perusahaan dibagi dalam dua
kelompok, yaitu penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan tanpa
pembobotan dan penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan dengan
pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan ini dapat dikembangkan sendiri oleh
peneliti atau dikembangkan lembaga tertentu. Dari beberapa penelitian, dapat
disimpulkan bahwa penelitian tentang pengungkapan wajib menggunakan
indeks pengungkapan tanpa pembobotan, sedangkan penelitian tentang pengungkapan
sukarela terbagi menjadi dua kelompok yaitu, menggunakan indeks
pengungkapan tanpa pembobotan dan menggunakan indeks pengungkapan dengan
pembobotan.
Kualitas Laba
Laba akuntansi yang berkualitas
adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan
persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan
perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin,2003) dalam Sekar (2004), sedangkan
Ayres (1994) menyatakan bahwa laba akuntansi dikatakan berkualitas apabila
elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterprestasikan dan
dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan. Conservatism index
(C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator
(Q-score) untuk menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan
earnings Response Coefficient (ERC) merupakan ukuran atau proksi yang digunakan
untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan
menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian dipasar modal, untuk
mengukur besarnya reaksi pasar terhadap informasi laba digunakan ERC.
Beberapa peneliti telah mengukur
kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Teoh dan Wong (1993),
Fan dan Wong (2003), Choi dan Jeter (1990) dan Warfield et al (1998). Lev
(1989), Bandyopadhyay (1994), Sekar (2004), Agung (2005), Gideon (2005),
menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas earnings perusahaan. Kuatnya
reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC,
menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar
terhadap informasi laba yang tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba
yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.ERC dari setiap sekuritas
berbeda-beda besarannya karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ERC.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi ERC seperti persistensi laba (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan
Zmijweski,1989), risiko sistematis (Collins dan Kothari ,1989), pertumbuhan
perusahaan (Collins dan Kothari ,1989), struktur modal (Dhaliwal et al ,1991;
Biddle dan Seow ,1991; Kim et al,2000) , besaran perusahaan (Easton dan
Zmijweski,1989; Chaney dan Jeter,1991; Baginski,1999) .
Referensi :
1.
Murni, Siti Aisah, 2004. Pengaruh Luas Pengungkapan Sukarela
Dan Asimetri Informasi terhadap cost of capital pada perusahaan publik di
indonesia. Jurnal Riset Akuntansi di indonesia , Vol 7 no 2
2.
Parnomosidi, Bambang , 2006. Praktik Pengungkapan Modal
Intelektual Pada Perusahaan Publik Di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Vol 9 no 1
3.
Kieso, Donald. E., Weygant, J.2005, Akuntansi
Intermediate, Edisi Sebelas , Jilid III, Erlangga, Jakarta
4.
Anggraini, Vita, 2007. “ Pengaruh Tingkat Disclosure dan
Nilai Pasar Ekuitas Terhadap Biaya Ekuitas”, Skripsi, Universitas Kristen
Petra, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar